Kritik untuk pidato Anies Baswedan, emang siapa yang pribumi? (OPINI)

Anies Baswedan yang baru dilantik sebagai Gubernur DKI Jakarta menggunakan istilah “pribumi” dalam pidatonya di Balai Kota, Senin kemarin.

“Rakyat pribumi ditindas dan dikalahkan oleh kolonialisme. Kini telah merdeka, kini saatnya menjadi tuan rumah di negeri sendiri,” kata dia.

Dia juga menguatkan pernyataannya dengan peribahasa Madura.

“Jangan sampai Jakarta ini seperti yang dituliskan pepatah Madura. ‘etèk sè atellor ajâm sè ngèremmè’, itik yang bertelur ayam yang mengerami.”

Netizen banyak yang mengecam, menganggapnya membeda-bedakan:

Kami yakin Anies Baswedan bermaksud baik, menunjukan pentingnya kesejahteraan rakyat, menggunakan contoh sejarah masa penjajahan.

Sayangnya, dia berpidato dalam kapasitasnya sebagai Gubernur DKI di tahun 2017. Bukan tahun 1945. Menggunakan istilah “pribumi” rasanya udah gak relevan sama sekali.

Bukankah Jakarta adalah rumah bagi banyak suku dan bangsa dari seluruh Indonesia? Jadi siapa nih yang dimaksud “pribumi”?

Karena setahu kami, kalau menggunakan pengertian sempit, Anies Baswedan seperti Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama dan banyak penduduk Ibu Kota lainnya juga bukan seorang “pribumi”. Dan gak perlu jadi masalah, karena Indonesia memang kodratnya dari dulu bhinneka.

Yang juga jadi catatan, sebagai cendikiawan yang baru terpilih sebagai kepala daerah di negeri yang pernah ditepa isu diskriminasi rasial, Anies Baswedan seharusnya mengetahui kalau demi mewujudkan kesetaraan publik, sejak 1998 lalu pejabat dilarang menggunakan istilah “pribumi” sesuai Instruksi Presiden No. 26.

Batok.co: Ragam cerita seru dari duniamu. Terkini dan terabsurd dari seluruh penjuru planet.