4 alasan kenapa kebebasan pers di Indonesia malah melahirkan media online yang norak soal isu gender
Kebebasan pers di Indonesia sudah jauh banget berubah sih ya kalau dibandingkan masa orde baru dulu. Tapi sebetulnya, sampai sebebas apa sih media boleh memberitakan sesuatu?
Sadar gak sih kalau sekarang banyak sekali media online di Indonesia memandang orang sebagai objek? Rupa fisik (terutama perempuan) jadi komoditas untuk membuat berita jadi kelihatan lebih ‘hot’, lebih seru, dan ujung-ujungnya lebih laku (meskipun kesannya kepo dan norak banget).
Gak percaya? Ini beberapa buktinya:
Media suka heboh sendiri kalau orang cakep berpasangan orang yang menurut mereka pas-pasan
Screenshot dari Goriau.com
Kita udah pernah membahas betapa media dan netizen jadi heboh ketika lelaki dari Padang, Bayu Kumbara, menikah dengan wanita dari Inggris, Jennifer Brocklehurst. Memangnya harus tahu banget kenapa orang bisa jatuh cinta sama suaminya? Dan penggunaan kata “bule cantik” bikin kesan seolah-oleh Bayu beruntung banget dapat istri orang asing. Padahal nikahnya sama-sama saja toh.
Soal cantik apa enggaknya, subyektif lah. Buat Bayu, Jen pasti paling cantik sedunia. Tapi perlukah media melihat Jen sebagai bule cantik? Atau dengan kebebasan pers masa kini, mentalnya masih terjajah barat?
Screenshot dari Detik Hot
Lebih sadis lagi kaskus Ely Sugigi dan kekasihnya, Ferry. Karena seolah-olah mereka gak sepadan secara fisik, Ferry mesti dikira gigolo dan gold-digger. Disini terbukti bahwa media kita gak pilih-pilih, lelaki juga bisa kena judgement seperti ini. Di sisi lain, kita ingin tanya juga, menurut media, Ely Sugigi pantasnya dapat suami kayak apa sih?
Profesinya biasa saja, tapi karena cakep jadi luar biasa
Ada yang bilang kalau “the world is a friendly place for those with a pretty face”. Media kita mengamini hal tersebut.
Screenshot dari Detik.com
Mungkin kita sekarang tahu tentang Ninih si “gadis cantik penjual gethuk” yang diorbitkan oleh media kita (seperti artikel diatas, itu nongol di bagian “news” loh, bukan gossip). Gak bisa dipungkiri, karena kecantikannya itulah yang bisa merubah nasib Ninih yang akhirnya ditawarkan menjadi penyanyi dangdut. Namanya Niget, kependekan dari Nini Gethuk tentunya. Kalau ini gak begitu menyedihkan bagi dunia entertainment Indonesia, kita udah ketawa terbahak-bahak.
Screenshot dari MerahPutih Celeb
Ada lagi mas polisi Dody Firdaus yang mendapatkan 15 minutes of fame karena kegantengannya. Bisa main bass juga. So what gitu loh?
Kita sebenarnya senang kok lihat tukang getuk dan polisi yang wajahnya segar-segar begini, dan kalau mereka nanti sukses juga itu memang rezeki mereka. Tapi laman seperti ini memberi impresi kalau good looking adalah segalanya. Memangnya mau anak-anak kita diajarin filosofi itu?
Penggunaan kata “cantik” dan “ganteng” yang tidak pantas
Gak asing dengan headline seperti ini kan?
Screenshot dari Merdeka.com
Sekretaris yang sudah tewas masih dibilang “cantik”. Apakah sang korban rela kalau dikenang sebagai orang yang cantik saja? Bagaimana kalau dia dulunya pintar juga? Atau dermawan? Menggunakan deskripsi “cantik” sangat melecehkan harga diri korban.
Screenshot dari Sindonews
Jadi kalau gak cantik gak diberitakan ya?
Yang lelaki juga kena deh:
Screenshot dari Elshinta
Jadi kalau kamu ganteng dan pakai narkoba, kita kasihan sama kamu, lebih dari kalau pemakai yang gak ganteng?
Menggunakan sex untuk menarik perhatian pembaca
Screenshot dari Tribunnews
Yang ini benar-benar kebangetan deh. Seberapa pentingnya publik harus tahu posisi bercinta korban dan tersangka sebelum pembunuhan? Sebaiknya itu buat kepentingan penyelidikan polisi aja deh.
Di Indonesia pornografi memang dilarang, tapi kenyataannya media kita tetap bebas menggiring kita untuk berfikir mesum dengan berita seperti ini.
Padahal, di Kode Etik Jurnalistik, ada aturan tentang persoalan ini:
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.
Sebebas-bebasnya pers, mereka tetap harus diawasi. Kalau gak, media bisa jadi terlalu kepo dan norak. Siapa sih yang tugasnya mengawasi? It’s a tough job indeed, mengingat media online di Indonesia banyak sekali, aturannya pun gak seketat cetak maupun televisi. Apalagi, kebanyakan media online jadi pilihan untuk “hiburan” semata saja.
So it’s up to you, readers.
Mau buat media kita tetap seksis dan fokus pada hal-hal duniawi macam fisik semata? Then keep reading. Atau mau bantu media bergerak lebih matang dan terarah? Hindarilah berita-berita norak seperti diatas. Kalau gak ada yang click, mungkin mereka bisa berubah jadi lebih baik.
You may be interested
Kreator Spongebob meninggal, netizen Indonesia bikin meme pengajian
Batok.co - Nov 30, 2018Selamat jalan Stephen Hillenburg.
Netizen heboh, kaki burung hantu ternyata jenjang banget
Batok.co - Nov 29, 2018WOW!
Nyebrangin papan, motornya selamat orangnya nyebur (video)
Batok.co - Nov 29, 2018“Ngapa lu loncat lontong!”