Minim kesadaran: Warga kelurahan di Solo menolak anak-anak penderita AIDS masuk ke wilayah mereka
Merasa terasingkan adalah perasaaan yang memilukan. Lebih pilu lagi rasanya bagi anak-anak penderita AIDS dari panti asuhan Rumah Singgah Lentera, yang diusir dari rumah lamanya dan tidak diterima di rumah barunya.
Panti asuhan Rumah Singgah Lentera harus mencari tempat baru setelah pengontrak rumah di Kecamatan Laweyan, Solo, menolak perpanjang masa kontrak.
Pemilik kontrakan mengaku didesak warga yang menolak adanya anak-anak penderita HIV/AIDS asuhan Rumah Singgah Lentera.
Salah satu pengelola Rumah Singgah Lentera, Puger Mulyono, kebetulan punya rumah di daerah Kedunglumbu, Solo. Dan hari Minggu kemarin (6/12), Puger mengajak rombongan Rumah Singgah Lentera, termasuk anak-anak asuhnya, ke sana.
Ternyata kehadiran mereka sudah dinantikan.
Saat rombongan tiba di mulut gang, warga sudah membarikade jalanan, lengkap dengan spanduk bertuliskan, âKedunglumbu bukan kampung HIVâ, âLindungi anak-anak warga kami RW IVâ, dan âOrang baik tidak membuat tetangga was-wasâ.
Anak-anak asuh Lentera ini juga digerogoti cemoohan dan kemarahan warga.
Di tengah suasana yang mencekam, tawa anak-anak panti asuhan justru terdengar dari dalam truk yang mengangkut para balita rombongan Rumah Singgah Lentera.
Sedangkan anak-anak yang belasan tahun hanya diam membisu.
Hasil musyawarah warga memutuskan rombongan Rumah Singgah Lentera tidak boleh masuk kampung.
âKami sudah musyawarah. Hasilnya, 20 orang menolak dan tiga orang setuju mereka pindah ke sini. Di sini anak kecil banyak sekali. Warga khawatir ketularan. Sementara memberikan pemahaman juga membutuhkan waktu,â terang Awud Basbul, Ketua RT 004/RW 004 Kedunglumbu, Solo, seperti dikutip Solopos.
Padahal rombongan saat itu belum ingin pindahan. Mereka baru mau survei lokasi apakah rumah Puger Mulyono bisa dijadikan rumah singgah bagi anak-anak ini.
Pengasuh lain, Yunus Prastyo, menyimpulkan, penolakan warga Kedunglumbu adalah satu bentuk diskriminasi terhadap orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
“Bisa disimpulkan masyarakat di Kedunglumbu melakukan diskriminasi terhadap pengidap HIV/AIDS. Hari ini kami datang untuk main-main ke rumah bapaknya [Puger], bukan untuk pindahan. Semestinya kami bebas main-main tanpa intimidasi seperti itu,â ujar Yunus.
Mendengar insiden ini, Kasi Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Kota Solo, Toto Sumakno, menyatakan siap menampung anak-anak Rumah Singgah Lentera di kantor Dinsosnakertrans. Tapi hanya sementara.
âKalau tidak ada tempat lagi, Dinsos siap menampung untuk sementara waktu,â ujar Toto.
Sedangkan Jakarta Post sempat mengutip pernyataan pejabat sementara Walikota Solo, Budi Suharto, yang justru menyalahkan Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) karena gagal mendidik warga tentang penyakit AIDS.
Menurut Budi, KPA yang harus menjelaskan kenapa begitu banyak penolakan warga terhadap ODHA.
Budi menilai KPA terlalu fokus dengan penanganan medis dan kampanye pencegahan penularan, sehingga mengabaikan aspek sosial yang tak terelakkan.
Sosialiasi soal HIV/AIDS dari pemerintah memang bisa dibilang buruk. Sebut saja kampanye âAku Bangga Aku Tahuâ dari Kementerian Kesehatan yang sempat menginformasikan AIDS bisa tertular di kolam renang dan lewat gigitan nyamuk.
Jelas dibutuhkan metode pendidikan yang benar dan tepat sasaran agar masyarakat bisa teredukasi dengan benar soal HIV/AIDS, dan tidak lagi diskriminatif.
You may be interested
Kreator Spongebob meninggal, netizen Indonesia bikin meme pengajian
Batok.co - Nov 30, 2018Selamat jalan Stephen Hillenburg.
Netizen heboh, kaki burung hantu ternyata jenjang banget
Batok.co - Nov 29, 2018WOW!
Nyebrangin papan, motornya selamat orangnya nyebur (video)
Batok.co - Nov 29, 2018âNgapa lu loncat lontong!â