Psikiater top AS kepada Indonesia: LGBT bukan penyakit jiwa

May 23, 2016
1233 Views

Bulan lalu, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) keluarin rilis ilmiah yang bilang kalau LGBT adalah kondisi kelainan jiwa yang bisa disembuhkan.

Pembenaran ilmiah dari PDSKJI ini sepertinya akan membuat masyarakat Indonesia semakin yakin kalau orang LGBT itu harus disembuhkan. Selama ini kan masyarakat seolah-olah ditakutin sama LGBT yang dinilai sebagai ‘penyakit’ yang merusak moral dan juga menular.

Namun rilis PDSKJI sebenarnya bertentangan dengan penelitian modern psikiatrik dunia. The American Psychiatric Association (APA) bahkan sampai menulis surat kepada PDSKJI untuk mempertimbangkan lagi pernyataannya.

Dalam surat yang ditandatangani langsung oleh President APA, Dr. Renée Binder, dan Medical Director APA, Dr. Saul Levin, tertulis jelas hasil penelitian kalau homoseksual dan kebebasan ekspresi gender adalah proses mental yang alamiah. Alhasil, LGBT gak menjadi ancaman di lingkungan yang menerima mereka layaknya orang normal.

Bahkan, dalam surat ini juga dipaparkan hasil penelitian usaha ‘menyembuhkan’ LGBT malah justru membahayakan jiwa yang bersangkutan.

“Kami dengan hormat meminta PDSKJI untuk mempertimbangkan kesimpulan Anda, karena hasil penelitian terbaru justru menunjukkan kalau orientasi seksual yang berbeda dan ekspresi gender terbentuk secara natural dalam individu, dan tidak menjadi ancaman bagi lingkungan sosial yang bisa menerima variasi orientasi seksual sebagai hal yang normal.

Penelitian lain bahkan  menunjukkan bahwa usaha untuk merubah orientasi seks individu dengan terapi – seperti “conversion therapy” dan “reparative therapy” – justru bisa membahayakan individu karena berdampak pada perilaku depresi, cemas akut, menarik diri dari lingkungan, tidak mampu mesra dengan orang lain, dan bahkan mengarah ke perilaku bunuh diri.”

Dalam surat ini APA juga mencoba meluruskan kesalahpahaman yang mungkin terjadi saat memaknai temuan ilmiah bahwa orientasi seksual dan identitas gender dipengaruhi berbagai faktor, termasuk pengaruh biologis dan juga sosial. Kesimpulan ini secara sederhana bisa dimaknai bahwa orientasi seksual dan identitas gender itu bukanlah pilihan.

PDSKJI gak setuju dengan pernyataan kalau LGBT terbentuk secara biologis. Mereka udah kumpulin argumen yang membuktikan kalau LGBT adalah kondisi gangguan mental. Bahkan, anggota PDSKJI, Suzy Yusna Dewi, bilang ke Jakarta Post kalau sejauh ini belum ada cukup bukti yang bisa mendukung kesimpulan kalau LGBT adalah sesuatu yang terjadi secara biologis. Justru dengan membatasi pergaulan sosial, kecenderungan seksual yang abnormal bisa dihindari.

Padahal, surat APA dipenuhi dengan lampiran data-data dari hasil penelitian bahwa LGBT disebabkan faktor biologis. Salah satunya adalah penelitian terhadap bayi kembar dalam keluarga selama 10 tahun, yang menghasilkan bukti kuat kalau faktor genetik mempengaruhi orientasi seksual individu.

Berdasarkan data-data yang dilampirkan di surat dan juga konsensus dari para dokter dan psikiater, surat itu menegaskan: “Bahwa tidak ada dasar rasional, ilmiah atau akal sehat, yang bisa membenarkan hukuman atau bentuk diskriminasi terhadap LGBT.”

Surat itu diakhiri dengan:

“Tanpa mengurangi rasa hormat kami kepada organisasi Anda dan juga masyarakat Indonesia, kami mengingatkan bahwa dengan memasukkan homoseksual dan ekspresi gender ke dalam kategori penyakit jiwa hanya akan mengarah pada ‘penyembuhan’ yang koersif dan justru menyakiti orang-orang yang sebetulnya tidak membahayakan bagi masyarakat. Kami harap hasil-hasil penelitian terbaru yang dilampirkan di surat ini, bisa melengkapi kesimpulan Anda tentang LGBT. Kami mendorong Anda untuk meneliti data-data tersebut dan mempertimbangkan lagi kesimpulan ilmiah kalian.”

Tapi kayaknya surat dari APA ini gak akan bisa merubah kesimpulan PDSKJI tentang LGBT. Kalaupun ada respon, paling nantinya terbangun persepsi publik kalau APA berusaha “memaksakan nilai-nilai asing” ke negara kita, bukan ingin mengoreksi kekeliruan kesimpulan pengetahuan yang didasari kurangnya bukti-bukti ilmiah.

Karena sepeti yang dibilang Suzy, “Kita harus menghormati budaya Indonesia yang memang tidak menerima pernikahan sesama jenis, dan kita tidak boleh tunduk dengan nilai-nilai dari negara asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai negara kita.”

Tapi ini kan bukan soal ‘nilai-nilai moral negara’, ini soal ilmu pengetahuan. Dan psikiater kan ilmuwan.

Kalau memang PDSKJI ingin terus mendiskriminasi individu LGBT, harusnya mereka pakai argumen budaya atau agama sebagai landasan pemikiran. Karena kalau maksa pakai dasar ilmu pengetahuan, jadinya malah kayak maksain kalau kesimpulan mereka yang paling benar.

Teks lengkap surat APA ke PDSKJI bisa kamu lihat di sini.

Share your thoughts

You may be interested

Kreator Spongebob meninggal, netizen Indonesia bikin meme pengajian
Viral
0 shares26633 views
Viral
0 shares26633 views

Kreator Spongebob meninggal, netizen Indonesia bikin meme pengajian

Batok.co - Nov 30, 2018

Selamat jalan Stephen Hillenburg.

Nyebrangin papan, motornya selamat orangnya nyebur (video)
Viral
0 shares7377 views
Viral
0 shares7377 views

Nyebrangin papan, motornya selamat orangnya nyebur (video)

Batok.co - Nov 29, 2018

“Ngapa lu loncat lontong!”