Penggusuran Kampung Pulo diwarnai kerusuhan (foto)

Meskipun masyarakat di Kampung Pulo gak memiliki tanah yang mereka tinggali secara resmi, mereka gak ragu untuk bertahan dan bahkan berjibaku saat pihak berwajib berupaya menggusur mereka pagi ini.

Ratusan penghuni Kampung Pulo menolak aparat masuk. Beberapa bahkan melemparkan batu dan petasan pada polisi dan alat-alat berat yang siap mengeksekusi lahan ilegal tersebut. Saat akhirnya sebuah backhoe dibakar, apinya juga menyulut hati para penghuni ilegal. Kerusuhan tak bisa dielakkan lagi.

Lebih dari 3.000 petugas dari kepolisian dan tentara menggusur 520 keluarga dari Kampung Pulo dan berurusan dengan mereka yang marah. Gas air mata dan water cannon ikut berperan mengendalikan massa yang makin menggila.

Belum diketahui total kerusakan resmi akibat kerusakan alat maupun bangunan. Yang jelas, 12 korban mengalami luka dan 27 orang diamankan karena terlibat dalam bentrokan.

Gubernur DKI Jakarta Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama menegaskan keputusannya menggusur paksa warga yang tinggal di Kampung Pulo.

“Kita bilang enggak bisa ganti maka kita menyediakan rusun, itu saja. Ini ngotot rusun mau dan duit mau. Kebiasaan, sudahlah kita gusur,” Ahok berkata, seperti dikutip dari Okezone.

“Logikanya, kamu tanpa izin mendirikan bangunan di atas tanah negara. Kira-kira kalau dia tuntut ganti, terus saya ganti, maka saya ditangkap enggak? Gitu aja logikanya,” tandasnya.

Pemerintah mengaku siapkan 1.100 unit rusun bagi warga. Mereka juga tak harus bayar sewa, hanya biaya maintenance sekitar Rp 300 ribu sebulan untuk tinggal di Rusunawa Jatinegara Barat.

Yang ngeyel pasti masih ada.

Kebandelan warga bangun rumah di lahan terlarang, dipertebal dengan gak tegasnya pemerintah menindak mereka, dan kurangnya konsistensi larangan… kalau gak boleh ya gak bisa “diusahakan”.

Warga Kampung Pulo yang sudah dicita-citakan digusur dari kapan tahu ini, merasa kalau mereka benar. Dilarang tapi gak ditindak, artinya boleh buat mereka.